Ternate – Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Provinsi Maluku Utara mengingatkan seluruh kepala sekolah jenjang SMA, SMK, dan SLB agar mematuhi mekanisme pengadaan pakaian seragam siswa. Peringatan ini disampaikan menyusul dimulainya kegiatan belajar-mengajar secara efektif bagi peserta didik baru di tingkat menengah.
Plt. Kepala Dikbud Malut, Abubakar Abdullah, menegaskan bahwa mekanisme pengadaan seragam telah diatur melalui Surat Pemberitahuan Nomor: 400.3.13.2/617/disdikbud tertanggal 26 Juni 2025. Surat tersebut telah dikirimkan ke seluruh satuan pendidikan di Maluku Utara, sebagai pedoman awal sebelum diterbitkannya Peraturan Gubernur (Pergub) tentang seragam sekolah.
“Setiap sekolah wajib mengacu pada surat pemberitahuan ini. Jangan sampai timbul opini publik bahwa sekolah mewajibkan seragam dengan biaya tertentu tanpa dasar. Padahal semuanya sudah diatur dengan bijak sesuai regulasi,” ujar Abubakar, pada Minggu (13/7/2025).
Ia menjelaskan bahwa pengadaan seragam sekolah tidak menjadi tanggung jawab pemerintah melalui dana BOSDA. Karena itu, sebagian biaya seragam masih menjadi tanggung jawab orang tua. Namun dalam praktiknya, banyak orang tua menitipkan pengadaan kepada sekolah agar tidak terjadi perbedaan standar seragam di antara siswa.
“Hal ini sering menimbulkan kesalahpahaman. Oleh karena itu, kami minta sekolah benar-benar mengikuti mekanisme agar tidak terjadi polemik di masyarakat,” ucap Abubakar.
Surat edaran tersebut merupakan tindak lanjut dari Permendikbudristek Nomor 50 Tahun 2022 yang mengatur jenis, bahan, dan model pakaian seragam siswa di jenjang pendidikan dasar dan menengah. Dalam surat itu, dijelaskan bahwa untuk seragam nasional (putih abu-abu) dan pramuka, sekolah tidak diperbolehkan mengarahkan ataupun memfasilitasi pengadaan. Peran sekolah hanya terbatas pada pemberian informasi mengenai spesifikasi seragam.
Sementara itu, untuk pengadaan seragam khas (seperti batik daerah), pakaian olahraga, dan seragam praktik kerja lapangan (PKL) bagi siswa SMK, sekolah dapat memfasilitasi pengadaan hanya atas permintaan orang tua. Namun, proses tersebut juga harus mengikuti prosedur yang ketat, di antaranya melalui rapat sosialisasi dengan orang tua, pemilihan minimal tiga vendor, dan penetapan harga termurah tanpa melibatkan kepala sekolah, guru, maupun komite secara langsung dalam pengadaan.
“Semua mekanisme ini sudah kami sampaikan dan dipantau ketat oleh Dikbud bersama Ombudsman Malut. Jadi harus dijalankan secara transparan,” kata Abubakar.
Mantan Pj. Sekda Malut ini juga menegaskan bahwa tidak ada paksaan kepada orang tua untuk menyerahkan mandat pengadaan kepada sekolah. Bahkan, siswa diperbolehkan menggunakan seragam bekas milik kakak atau kerabat yang pernah bersekolah di tempat yang sama.
“Intinya, tidak ada larangan bersekolah hanya karena belum memiliki seragam lengkap. Sekolah wajib menerima siswa dengan seragam seadanya selama sesuai fungsi. Prinsipnya adalah inklusi dan keadilan,” ucapnya.
Komentar