HarianMalut, Jakarta – Ketua Indonesia Police Watch, Sugeng Teguh Santoso, mengungkapkan sorotannya terhadap tayangan bertema kepolisian di televisi. Menurutnya, tayangan tersebut adalah pemicu utama kesalahpahaman publik terkait citra polisi.
Sugeng menjelaskan bahwa media cenderung menampilkan sisi dramatis agar menarik perhatian penonton secara masif. “Media harus faktual dan taat kode etik, bukan hanya mengejar gimmick semata,” jelas Sugeng, Minggu (11/05/2025).
Sugeng menekankan bahwa kerja sama antara kepolisian dan media boleh dilakukan secara kontraktual. Menurutnya, kerja sama tersebut sah selama media tetap menyampaikan informasi secara faktual dan akurat.
“Kalau ada pelanggaran anggota polisi, media juga wajib menyampaikannya demi edukasi publik,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Sugeng menegaskan bahwa institusi kepolisian harus mengawasi proses produksi tayangan kerja sama. Dia berpendapat bahwa atasan atau pimpinan Polri juga harus ikut bertanggung jawab karena pengawasan internal belum maksimal.
“Anggota polisi bisa ikut terbawa suasana syuting jika tidak diawasi atasan secara ketat,” jelas Sugeng.
Sugeng menilai bahwa KPI mencatat 51 pengaduan masyarakat terkait tayangan bertema polisi selama lima tahun terakhir. Menurutnya, tayangan yang menampilkan intimidasi atau tidak menyensor wajah anak jelas melanggar etika jurnalistik.
Sugeng juga menyoroti pentingnya kedewasaan anggota polisi dalam merespons situasi di lapangan. Ia menutup dengan ajakan agar semua pihak menjaga citra Polri secara proporsional dan profesional.
KBRN












Komentar