HarianMalut, Madinah – Pendorongan jemaah haji dari Madinah menuju Mekkah dengan mengambil miqat di kawasan Bir Ali masih terus berlangsung hingga 25 Mei. Tak heran kawasan tersebut dipadati jemaah dari berbagai negara.
Di antara ribuan jemaah tersebut, calon jemaah haji Indonesia juga ikut menunaikan salat sunnah dua rakaat. Kemudian, melafalkan niat ihram dari bus.
Namun, tidak sedikit jemaah yang masih belum sepenuhnya memahami larangan-larangan dalam kondisi berihram. Terutama setelah keluar dari Bir Ali dan memasuki wilayah tanah haram.
Konsultan Ibadah Haji, Prof. Aswadi Syuhada mengingatkan, ihram bukan sekadar mengenakan pakaian seragam tanpa jahitan. Tetapi juga menjaga diri dari hal-hal yang dilarang secara syar’i.
“Untuk laki-laki, tidak boleh memakai pakaian berjahit atau menutup kepala. Untuk perempuan, tidak boleh menutup wajah dan telapak tangan,” kata Prof. Aswadi di Bir Ali, Madinah, ditulis Rabu (14/5/2025).
Meski sederhana, namun menurutnya, masih banyak jemaah yang lupa melepas celana dalam. Ini terkesan sederhana, tetapi bisa menimbulkan denda (dam).
Selain itu, setelah berihram tidak boleh menggunakan pewangi atau parfum. Kemudian, penutup kepala seperti peci, topi, dan semacamnya.
Hal yang juga menjadi perhatian adalah penggunaan sarung tangan wanita yang menutup semua jari seperti sarung tangan motor. “Itu tidak boleh, karena menutup seluruh bentuk jari,” ujarnya.
“Yang diperbolehkan adalah penutup tangan longgar. Di mana tidak menjiplak bentuk,” ucapnya.
Dalam kondisi berihram, penggunaan wewangian juga menjadi salah satu yang paling sering tidak disadari. Namun Prof. Aswadi mengatakan, menyentuh bagian suci Ka’bah seperti Hajar Aswad, Rukun Yamani, atau Kiswah yang mengandung minyak wangi tidak membatalkan ihram.
“Yang dilarang adalah memakai minyak wangi atas kehendak pribadi. Itu yang harus diperhatikan,” ujarnya.
Namun, jika jemaah tanpa sadar melakukan lebih dari satu pelanggaran ihram, misalnya menutup kepala dan memakai sepatu menutup mata kaki, maka cukup membayar dam satu kali. Yakni untuk pelanggaran yang paling berat.
“Tidak perlu bayar dam satu-satu. Ini perlu dipahami agar jemaah tidak panik,” katanya.
Jemaah yang mampu turun akan melaksanakan salat sunnah dua rakaat di Masjid Dzulhulaifah. Kemudian, kembali ke bus untuk melanjutkan perjalanan ke Makkah.
Jemaah lansia dan disabilitas tetap di dalam bus dan melafalkan niat bersama. “Untuk lansia dan disabilitas, cukup niat dari bus, itu sah secara fiqih dan tidak perlu memaksakan turun,” katanya.
“Semua yang kita imbau bukan untuk menyulitkan, tapi agar ibadahnya sah. Sekaligus tidak menimbulkan beban fikih di kemudian hari,” ujarnya.
KBRN












Komentar