HarianMalut – Pertama kali saya menginjakkan kaki di Sofifi, rasanya seperti memasuki ibu kota yang belum selesai dibangun. Jalan-jalannya tenang, suasananya teduh, lautnya luas, dan udaranya bersih. Tapi saya bertanya dalam hati, Benarkah ini pusat pemerintahan Provinsi Maluku Utara?
Sebagai ASN, saya datang dengan semangat untuk melayani. Namun yang saya temui bukanlah pusat keramaian atau denyut pembangunan yang dinamis, melainkan kota yang beraktivitas saat jam kerja, lalu kembali senyap setelahnya.

Sofifi bukan tidak punya potensi, ia hanya belum diberi ruang yang cukup untuk tumbuh secara maksimal.
Sejak ditetapkan sebagai ibu kota Provinsi Maluku Utara pada tahun 2010, perkembangan Sofifi sebagai pusat pemerintahan memang masih menghadapi sejumlah tantangan. Salah satunya adalah belum adanya regulasi yang secara tegas menetapkan batas wilayah administratif Sofifi sebagai kota otonom.

Saat ini, statusnya masih menjadi bagian dari Kecamatan Oba Utara dan Oba Tengah, Kota Tidore Kepulauan. Namun dalam beberapa tahun terakhir, harapan agar Sofifi tumbuh sebagai kota yang mandiri semakin sering digaungkan.
Salah satu suara yang paling konsisten terdengar adalah dari Gubernur Maluku Utara, Sherly Laos, yang dalam berbagai kesempatan menyuarakan pentingnya pemekaran Sofifi menjadi daerah otonom baru. Pada 29 Juni 2025 kemarin, di momentum peresmian Proyek Ekosistem Industri Baterai Kendaraan Listrik Terintegrasi di Halmahera Timur, Gubernur Sherly menyampaikan secara langsung kepada Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto bahwa pemekaran Sofifi bukan sekadar soal administratif, melainkan kebutuhan strategis agar roda pemerintahan berjalan lebih efektif dan dekat dengan masyarakat.

Sikap Gubernur Sherly ini memperlihatkan keberpihakan nyata terhadap penguatan peran ibu kota, bukan hanya dalam simbol, tetapi juga dalam fungsi dan struktur.
Menurut data Bappenas (2023), indeks keterjangkauan infrastruktur dasar di wilayah Sofifi masih tergolong rendah dibandingkan ibu kota provinsi lainnya di kawasan timur Indonesia. Akses terhadap layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan belum merata, konektivitas antarwilayah belum sepenuhnya terbangun optimal, dan kegiatan ekonomi lokal masih tumbuh secara terbatas.

Realitas lainnya adalah banyaknya ASN Pemprov Maluku Utara yang hingga kini masih tinggal di Ternate dan melakukan perjalanan bolak-balik setiap pekan. Ini menunjukkan bahwa Sofifi masih terus berproses dalam membangun daya tariknya sebagai kota hunian yang nyaman termasuk bagi aparaturnya sendiri.
Namun demikian, melihat tantangan yang ada tidak berarti kita berhenti berharap. Justru dari kompleksitas inilah kita diajak untuk membangun Sofifi dengan pendekatan yang lebih menyeluruh dan visioner. Tidak cukup hanya dengan logika administratif, Sofifi perlu dirancang sebagai pusat kehidupan dan peradaban Maluku Utara di masa depan.

Sudah waktunya kita membayangkan Sofifi sebagai kota yang berkembang secara bertahap namun terencana. Kota yang berdampingan harmonis dengan alamnya. Kota yang menyediakan permukiman ASN yang layak, ruang publik yang hidup, kawasan ekonomi kreatif, akses digital yang baik, taman kota, serta fasilitas umum yang inklusif. Tak perlu mewah cukup fungsional, nyaman, dan manusiawi.
Potensinya besar. Berdasarkan kajian Pusat Studi Kawasan Timur Indonesia (2022), Sofifi dinilai berpotensi menjadi kota administratif hijau yang berbasis laut dan budaya. Letaknya yang strategis di tengah gugusan Pulau Halmahera juga menjadikannya simpul konektivitas antarwilayah, asalkan dirancang dan dikembangkan dengan visi jangka panjang.

Kuncinya adalah keberpihakan dan keberanian untuk memulai. Pengembangan Sofifi idealnya menjadi program lintas sektor yang dikerjakan secara kolaboratif. Tidak hanya menjadi domain satu atau dua OPD, tapi menjadi gerakan bersama yang melibatkan perguruan tinggi, masyarakat adat, pelaku usaha lokal, hingga generasi muda yang membawa ide-ide segar.
Sebagai ASN muda, saya meyakini Sofifi bukan kota yang gagal, hanya kota yang belum diberi ruang sepenuhnya untuk menunjukkan potensinya. Ia berada di jantung provinsi, dikelilingi laut yang cantik, warisan budaya yang kaya, dan masyarakat yang hangat.

Sofifi tidak minta menjadi Jakarta. Ia hanya ingin menjadi rumah yang pantas bagi Maluku Utara. Dan tugas kitalah, bersama-sama, untuk menjadikannya demikian.
Mari kita rawat harapan itu. Agar kelak, saat kita menyebut ibu kota provinsi, kita tidak lagi menunduk malu, tapi bisa berkata dengan bangga, “Itu Sofifi rumah kita.”
- Oleh: Assyura Oemar, ASN Pemprov Maluku Utara












Komentar