Jakarta – Kementerian HAM mengusulkan tindak pidana korupsi dapat di masukkan sebagai bentuk pelanggaran HAM dalam Revisi Undang-Undang HAM. Pasalnya, ada beberapa bentuk tindak pidana korupsi yang dapat memiliki dampak jauh lebih luas.
“Di dalam RUU HAM, kami ingin memasukkan HAM dan korupsi, jadi nanti korupsi akan masuk dalam domain HAM. Seperti pada masa COVID-19, ketika uang untuk menyelamatkan nyawa manusia tetapi diambil dan dirampok dalam jumlah besar dan masif, itu masuk kategori pelanggaran HAM,” kata Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai kepada wartawan di Kantor Kementerian HAM, Jakarta, Kamis (3/7/2025).
Selain itu, Pigai menekankan tidak semua tindak pidana korupsi bisa dikategorikan sebagai pelanggaran HAM. Menurut Pigai, hanya korupsi yang dilakukan secara berencana hingga berdampak langsung hak-hak dasar masyarakat yang dapat dikategorikan pelanggaran HAM.
“Nanti, kami akan pertegas kriteria HAM dan korupsi itu dalam peraturan presiden. Tapi, di undang-undangnya cukup ditegaskan bahwa HAM dan korupsi berjalan beriringan,” ucap Pigai.
Pigai menyebut literatur dan kajian ilmiah yang mengaitkan antara isu korupsi dan HAM di Indonesia masih sangat berbatas. Menurut Pigai, hanya ada Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjajaran, Prof Romli Atmasasmita, yang secara konsisten menyuarakan bahwa korupsi bisa termasuk pelanggaran HAM.
“Ahli tentang HAM dan korupsi itu cuma satu, yaitu Prof. Dr. Romli Atmasasmita. Dia sudah banyak menulis, bicara ke publik soal ini. Tapi belum ada ahli lain yang memberikan masukan,” kata Pigai menutup.
Sumber: KBRN












Komentar