Seram Bagian Timur, HarianMalut – Komisi I DPRD Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) Maluku, menggelar Kunjungan Kerja (Kunker) ke Kecamatan Siwalalat pada Sabtu kemarin. Kunker tersebut dialamatkan dalam rangka melihat dari dekat penyelenggaraan pemerintahan tingkat kecamatan dan realisasi pengelolaan anggaran desa.
Berbagai problem berhasil dihimpun wakil rakyat dalam Kunker tersebut. Mulai dari kurang optimalnya pelayanan pemerintahan di kecamatan sebagai akibat dari minimnya jumlah personil ASN, masa jabatan Karateker Kepala Desa yang terlampau menahun hingga ekspansi perusahaan perkebunan.
“Semua hasil kunjungan lapangan sudah kami tampung aspirasinya, baik soal tenga ASN di tingkat kecamatan yang relatif sedikit, ditambah dengan beberapa bidang di struktur pemerintahan kecamatan yang masih kosong tentu berpengaruh terhadap pelayanan pemerintahan,” beber Ketua Komisi, Azis Yanlua kepada wartawan via seluler, Minggu (9/3/2025).
Sementara mengenai masa jabatan Karateker Kepala Desa, politisi PDI Perjuangan ini mengatakan pihaknya menerima banyak keluhan. Masyarakat berharap Pemkab dapat segera menjadwalkan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) sehingga dengan begitu penyelenggaraan pemerintahan di desa dapat berjalan efektif karena dipimpin kepala desa definitif.
Selain itu problem lain yang juga turut mengemuka dalam Kunker Komisi I tersebut yakni keluhan warga terkait masuknya perusahaan perkebunan di wilayah kecamatan dimaksud. Sedikitnya ada tiga perusahaan yang akan segera beroperasi di wilayah tersebut.
Tiga perusahaan itu antara lain PT. Fisqa Mulia Maha Karya sebagai perusahaan induk, ditambah dua lagi sub perusahaan, yang kesemuanya bergerak di bidang perkebunan sawit dan tebu. Sesuai rencana, tiga perusahaan ini bakal mengelola seluas 250.000 hektar lahan.
“Sebagai ketua komisi, saya akan menginterupsi pemerintah daerah untuk mempertimbangkan masuknya perusahan tersebut di siwalalat,” tandasnya.
Menurut anggota DPRD dua periode ini, alasan pihaknya meminta pertimbangan Pemkab yakni selain mengeksploitasi hutan produksi milik rakyat, kehadiran perusahaan tersebut juga dikhawatirkan bakal menciptakan konflik sosial akibat lahan milik rakyat dikuasai oleh pihak perusahan. (KBRN)