HarianMalut – Di Bacan, ada sebuah kota kecil yang tenang di Kabupaten Halmahera Selatan, berdiri sebuah pesantren sederhana bernama Pondok Pasantren Alkhairaat. Pesantren itu bukan hanya tempat belajar, tetapi juga rumah bagi banyak anak dari berbagai penjuru Halmahera Selatan.
Dikelilingi oleh pohon-pohon rindang dan bukit-bukit yang menyapa langit, pesantren itu menjadi saksi bisu perjuangan anak-anak desa yang datang dengan mimpi besar.
Di antara mereka ada seorang anak bernama Adib. Ia datang dari sebuah desa kecil yang jauh di pelosok. Perjalanan menuju pesantren tidaklah mudah—melewati jalan berliku, sungai, dan medan yang menantang. Namun, semangat Adib tidak pernah surut. Setiap pagi, dengan langkah penuh harap, ia menuju ruang kelas di pesantren itu, di mana ia menemukan seorang guru yang menjadi panutannya, yang bernama Ustat Abdul Gani Kasuba.
Ustaz Gani (begitu panggilannya) adalah sosok yang sederhana dengan sorot mata teduh yang selalu memancarkan ketulusan. Dengan lembut, ia membimbing murid-muridnya memahami ayat-ayat suci Al-Qur’an dan mengajarkan nilai-nilai kehidupan yang berakar pada kebaikan.
Di bawah bimbingan beliau, para santri tidak hanya belajar ilmu agama, tetapi juga diajarkan bagaimana menjadi manusia yang bermanfaat bagi masyarakat.
Bagi Adib, pesantren Alkhairaat adalah lebih dari sekadar tempat belajar, tetapi pesantren itulah yang bisa merubah ia menjadi cahaya yang menerangi jalannya menuju masa depan. Ustat Gani, dengan kesabaran dan kasih sayangnya, mengajarkan kepada mereka bahwa ilmu bukan hanya untuk diri sendiri, melainkan harus menjadi lentera bagi orang lain.
Setiap nasihatnya tertanam dalam hati Adib, menjadi bekal yang akan ia bawa sepanjang hidup.
Pesantren itu, meski sederhana, berdiri kokoh sebagai simbol perjuangan pendidikan di Halmahera Selatan, tempat di mana anak-anak seperti Adib bermimpi dan berjuang untuk menggapainya.
Oleh: M Nasir Arif