Menelusuri Tradisi Sakral ‘Reno Saya’ di Kesultanan Ternate

Budaya Lokal4 Dilihat

Ternate, HarianMalut – Di jantung Kesultanan Ternate, Maluku Utara, sebuah tradisi tua terus hidup dan diwariskan dari generasi ke generasi. Tradisi ini bukan hanya ritual, tetapi juga memiliki makna mendalam tentang pengabdian, spiritualitas dan keterikatan kosmologis dengan alam semesta.

Para ibu-ibu berkumpul di pendopo untuk mempersiapkan daun pandan dan bunga-bunga. Dengan penuh ketekunan, mereka mengiris daun pandan dan menata bunga berwarna-warni dalam wadah besar. Setelah pengirisan selesai, bunga-bunga tersebut diangkat dengan hati-hati.

Dari tangan yang penuh keikhlasan, bunga-bunga yang dipersembahkan dengan tulus, tradisi ini terus hidup. Reno Saya, lebih dari sekadar tradisi, merupakan sebuah doa yang mengalir, menyatu dengan semesta.

Jo Hukum Soa-Sio, Kesultanan Ternate, Gunawan Yusuf Radjim, menjelaskan bahwa Reno Saya adalah tradisi sakral yang telah berlangsung selama berabad-abad di Kesultanan Ternate.

“Reno berarti mengiris kecil-kecil, dan saya berarti bunga. Tradisi ini dilakukan oleh ibu-ibu abdi dalam untuk menyiapkan bunga rampe yang akan digunakan dalam ziarah ke makam para Sultan dan Masjid Kesultanan,” ujarnya.

Dijelaskan tradisi ini dilaksanakan tiga kali dalam seminggu, yaitu setiap hari Minggu, Rabu, dan Kamis, dari pagi hingga siang. Mereka bekerja dengan ikhlas menyiapkan bunga rampe yang akan digunakan dalam ritual ziarah setelah sholat Ashar.

Pendopo tempat dilakukannya Reno Saya tidak pernah berpindah. Ada makna kosmologis yang mendalam di baliknya. Pendopo ini berada dalam satu garis lurus dengan Gunung Ternate, Keraton, dan laut. Filosofi ini menunjukkan keterikatan spiritual antara manusia, alam, dan Sang Pencipta.

Pendopo bukan hanya sekedar tempat, melainkan bagian dari harmoni alam dan spiritualitas. Dari gunung hingga lautan, Kesultanan Ternate menjaga keseimbangan ini dalam setiap aspek kehidupan.

“Reno Saya bukan hanya sekedar ritual, tetapi juga simbol pengabdian dan keberlanjutan budaya. Sebuah warisan leluhur yang tetap dijaga, tidak hanya untuk menghormati masa lalu. Tetapi juga untuk generasi mendatang,” kata Gunawan, mengakhiri.

KBRN

banner 250250

Komentar