OJK dan BI Cermati Turunnya Pertumbuhan Kredit Perbankan

HarianMalut, Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pertumbuhan kredit bulan Maret 2025 sebesar 9,16 persen menjadi Rp7.908,42 triliun. Pertumbuhannya menurun dibandingkan bulan Februari 2025 yang sebesar 10,3 persen.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan menurunnya pertumbuhan kredit dipengaruhi gejolak perekonomian global. “Di antaranya lambatnya penurunan suku bunga di Amerika Serikat, perang tarif antara AS dan Tiongkok,  serta masih memanasnya konflik geopolitik,” kata Dian Ediana dalam keterangan Hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan OJK pekan ini, Minggu (11/5/2025).

Konflik Rusia-Ukraina, konflik Timur Tengah, dan terakhir konflik antara India dan Pakistan ikut menambah ketidakpastian global. Ini membuat para investor juga mengalihkan investasinya ke aset aman seperti emas.

“Tetapi risiko kredit masih terjaga baik, tingkat kredit macet (Non-Performing Loan) menurun di bawah tiga persen. Likuiditas perbankan juga masih stabil, meski sedikit menurun dan masih memungkinkan untuk meningkatkan penyaluran kredit,” ujar Dian Ediana.

Menurut Dia Ediana, berdasarkan pembahasan perencanaan bisnis dengan perbankan, secara umum tidak ada penyesuaian yang signifikan. Perencanaan tersebut terutama pada target pertumbuhan kredit tahun 2025.

“Tapi perbankan punya kesempatan untuk merevisi target rencana bisnis pada akhir semester I-2025. Tentu saja dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian global dan domestik,” ucap Dian Ediana.

Sementara, Bank Indonesia menilai penurunan pertumbuhan kredit belum mencerminkan pelemahan yang mendasar pada intermedia perbankan.  Menurut Deputi Gubernur BI Juda Agung, minat perbankan menyalurkan kredit masih cukup tinggi berdasarkan indeks landing standard-nya.

“Persyaratan-persyaratan seperti agunan, tingkat suku bunga, belum ada tanda-tanda pengetatan atau masih longgar. Dari sisi likuiditas, alat likuid perbankan terhadap Dana Pihak Ketiga juga masih bagus sekitar 26 persen,” kata Juda Agung.

Karena itu, masih ada ruang bagi perbankan untuk menyalurkan kreditnya. Sedangkan dari sisi permintaan kredit, sejumlah sektor usaha masih kuat permintaan kreditnya.

“Misalnya sektor industri pengolahan, pertambangan, sektor jasa angkutan dan jasa sosial masih tinggi permintaan kreditnya. Tapi yang memang harus menjadi perhatian adalah sektor perdagangan dan konstruksi yang mengalami pelemahan,” ujarnya.

BI memperkirakan pertumbuhan kredit tahun 2025  akan menuju ke batas bawah di kisaran 11-13 persen . “Sejumlah bank memang masih perlu didorong untuk meningkatkan penyaluran kreditnya,” kata Juda menutup keterangannya.

KBRN

Komentar