Jakarta, HarianMalut – Sekretaris Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Hengki Seprihadi, mengatakan “Dirjen Minerba Kementerian ESDM diduga membiarkan tanpa bertindak apapun atas laporan penggalian bijih nikel tanpa izin alias ilegal di kawasan hutan produksi terbatas di dalam IUP PT Wana Kencana Mineral (WKM) yang diduga dilakukan oleh oknum PT Position, sebuah perusahaan yang mayoritas sahamnya dimiliki Group Harum Energy Tbk milik taipan Kiki Barki, di Kecamatan Wasile Selatan Kabupaten Halmahera Timur Provinsi Maluku Utara”.
“Tindakan tersebut berpotensi melanggar Undang Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang terjadi di Kabupaten Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara,” kata Hengki Seprihadi, Sabtu (4/5/2025).
Hengki menjelaskan, penggalian bijih nikel itu diketahui sekitar awal Februari 2025 berdasarkan citra satelit dan pengamatan dengan drone oleh Tim Teknis PT WKM sebagai kegiatan rutin memantau lingkungan tambang IUP PT WKM.
“Atas temuan itu, PT WKM secara resmi telah melaporkan kepada Ditreskrimsus Polda Maluku Utara pada 18 Februari 2025, dan telah diterbitkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor Sp.Lidik/28/II/Ditreskrimsus tanggal 24 Februari 2025,” ungkap Hengki.
Kemudian, lanjut Hengki, pada tanggal 27 Februari 2025, penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku Utara turun ke lokasi dan melakukan olah TKP dengan memasang police line.
“Laporan ini dibuat oleh PT WKM setelah pihak PT Position menarik diri dari join inspection yang telah disepakati akan dilakukan pada 16 Februari 2025 berdasarkan kesepakatan pertemuan tanggal 13 Februari 2025 antara pihak PT WKM dengan PT Position,” beber Hengki.
Lebih lanjut, Hengki mengatakan, Tim CERI turun ke lokasi kawasan hutan yang dirusak tanpa izin itu pada 21 April 2025 lalu.
“Tim CERI mendapati police line sudah tidak ada dan portal kayu sebagai penggantinya yang sempat dipasang oleh PT WKM sudah tidak ada dan hanya teronggok di pinggir jalan,” ungkap Hengki.
Hengki mengatakan, laporan polisi dan pencopotan police tersebut terjadi ketika Kapolda Malut masih dijabat Irjen Pol Midi Siswoko.
Menurut Hengki, ketika ditanyakan kepada petugas di lapangan tentang police line yang sudah tidak ada itu, mereka mengatakan hal itu karena ada permintaan dari pihak Polda Maluku Utara untuk mencabutnya.
“Atas kejadian itu, Tim CERI pada tanggal 22 April 2025 meminta konfirmasi kepada Direktur Ditreskrimsus Polda Maluku Utara melalui surat elektronik yang dikirim melalui pesan Whatsapp ke nomor HP Direktur Ditreskrimsus Polda Maluku Utara, hingga hari ini tidak ada jawaban apa pun,” ungkap Hengki.
Tak cukup hanya itu, lanjut Hengki, Direktur Eksekutif CER Yusri Usman ditemani Wasekjen PWI Pusat Novrizon Burman dan didampingi Ketua PWI Maluku Utara Asri Fabanyo, pada hari itu juga mengunjungi Kabid Humas Polda Maluku Utara, Kombes Pol Bambang Suharyono, namun ia mengatakan belum dapat memberikan keterangan apa pun lantaran belum mendapat informasi utuh tentang kasus tersebut dari Direktur Ditreskrimsus Polda Malut.
“Ternyata, PT WKM juga telah melaporkan kejadian tersebut pada tanggal 21 Februari 2025 kepada Dirjen Minerba Kementerian ESDM. Bahkan Direktur Utama PT WKM Letjen Purn Eko Wiratmoko telah menemui Dirjen Minerba Tri Winarno untuk membicarakan kasus tersebut,” beber Hengki.
Hengki kemudian mengatakan, atas dasar ketidakpastian penanganan atas hilangnya ore nikel dan rusaknya kawasan hutan sekitar 7,3 hektare tersebut, CERI pada tanggal 29 April 2025 mengirim surat konfirmasi kepada Dirjen Minerba Kementerian ESDM dengan tembusan kepada KPK, Kejaksaan Agung, Bareskrim Polri, Menteri ESDM, Irjen KESDM, Direktur Teknik dan Lingkungan Ditjen Minerba KESDM dan Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Ditjen Minerba KESDM.
“Surat CERI tersebut pada pokoknya menanyakan apa langkah dan tindakan yang telah dilakukan oleh Ditjen Minerba dalam mengamankan kekayaan negara dalam bentuk bijih nikel senilai sekitar Rp 374 miliar hilang entah kemana,” beber Hengki.
Angka Rp 374 miliar merupakan hitungan secara kasar dari Tim Teknis PT WKM berdasarkan volume mineral laterite dan limonite yang hilang dari aktifitas penggalian ilegal tersebut, akan tetapi nilai kerugian negara merupakan kewenanganan BPK RI atau BPKP menghitungnya.
Namun sayangnya, kata Hengki, hingga Jumat (3/5/2025), tidak ada jawaban apa pun dari Dirjen Minerba Kementerian ESDM.
“Untuk itu kami berharap Bapak Presiden Prabowo Subianto berkenan memberikan atensi khusus terhadap kinerja pejabat-pejabat yang seharusnya bertanggungjawab menjaga, mengamankan dan mengelola sumberdaya alam yang tujuannya untuk memakmurkan rakyat, ternyata malah mengabaikan tugas dan tanggungjawabnya,” pungkas Hengki.
OL/AD
Komentar