Jakarta, HarianMalut – Pakar Kebijakan Publik dari Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta Achmad Nur Hidayat menilai pembentukan Peraturan Pemerintah (PP) penanganan judi online jangan hanya berfokus pada penindakan hukum, tapi juga perlu menyentuh aspek edukasi, pencegahan, dan rehabilitasi.
“Penindakan hukum saja ibarat mengobati gejala tanpa menyembuhkan penyakit. Karena itu, PP dan strategi pemberantasan judi online seharusnya turut menekankan edukasi dan pencegahan,” ujar Achmad dalam pernyataan tertulisnya, Kamis (6/3/2025).
“Selain edukasi, aspek rehabilitasi bagi korban kecanduan juga penting diatur,” sambung dia.
Achmad mengatakan bahwa Kepolisian telah mengakui bahwa pencegahan memiliki peran yang sama pentingnya dengan penegakan hukum dalam kasus judi online.
Hal ini menunjukkan bahwa program edukasi publik perlu menjadi bagian integral dari kebijakan yang akan diterapkan.
Achmad berharap Pemerintah dapat menggandeng tokoh masyarakat, lembaga keagamaan, dan media untuk mengedukasi masyarakat tentang risiko kecanduan dan kerugian berjudi.
“Langkah-langkah sosialisasi semacam ini akan meningkatkan kesadaran dan imunitas masyarakat terhadap rayuan bandar judi,” kata dia.
Selain edukasi, Achmad menyebut bahwa aspek rehabilitasi bagi korban kecanduan judi online juga penting untuk diatur. Para pecandu judi online memerlukan akses konseling dan pendampingan agar dapat lepas dari kebiasaan tersebut.
“Idealnya, pemerintah memfasilitasi layanan rehabilitasi layaknya penanganan pecandu narkoba,” kata dia.
Oleh karena itu, Achmad menilai pemerintah perlu melakukan pendekatan perlindungan selain pencegahan.
Jika PP hanya menekankan hukuman tanpa dibarengi edukasi dan rehabilitasi, dikhawatirkan siklus kecanduan judi online akan terus berulang karena akar masalah pada pemainnya tidak tertangani.
Lebih lanjut dia mengatakan agar judi online dapat diberantas secara efektif, pemerintah tidak bisa hanya mengandalkan satu produk hukum.
Selain menerbitkan PP, berbagai upaya lain perlu dilakukan secara paralel. Pertama, pemanfaatan teknologi canggih untuk pengawasan dan deteksi dini.
Pemerintah dapat mengembangkan sistem kecerdasan buatan (AI) yang memindai internet dan media sosial guna mendeteksi pola promosi atau aktivitas judi ilegal.
Dengan teknologi, pemblokiran bisa dilakukan lebih proaktif sebelum situs judi sempat menjaring banyak korban.
Selain itu, penguatan kemampuan siber aparat penegak hukum, seperti pelatihan tim cyber crime dan peningkatan alat forensik digital juga dinilai krusial.
Kedua, perlu adanya kolaborasi erat antarlembaga dan sektor swasta. Judi online merupakan masalah kompleks yang melibatkan berbagai sektor, sehingga koordinasi antara Kementerian Komunikasi dan Digital, Polri, PPATK, OJK, dan instansi lainnya mutlak diperlukan.
“PP diharapkan menjadi payung hukum untuk integrasi lintas bidang, tetapi implementasinya perlu dukungan konkret dari swasta,” ucapnya.
Achmad juga menilai pemerintah perlu mempertimbangkan penguatan landasan hukum yang lebih tinggi seperti pembentukan Undang-Undang khusus judi online. Pasal perjudian di KUHP dinilai belum cukup spesifik menghadapi modus digital.
“PP memang bisa hadir lebih cepat, tetapi UU akan lebih kokoh untuk menjangkau operator di luar negeri maupun mengatur tanggung jawab platform internet,” pungkas dia.
Sebelumnya pada Senin (17/2) diwartakan bahwa Presiden Prabowo Subianto mengarahkan Menkomdigi Meutya Hafid untuk menciptakan payung hukum yang mengatur soal penanganan judi daring (online) dan disiapkan dalam bentuk peraturan pemerintah (PP).
Hal itu disampaikan oleh Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid usai menemui Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan RI, Jakarta, dalam rapat terbatas dan makan siang bersama para menteri.
“Presiden kembali membahas tentang perkembangan penanganan judi online dan salah satu langkah yang akan diambil dalam waktu dekat adalah mengeluarkan aturan kemungkinan bentuknya PP,” kata Meutya saat memberikan keterangan pers di Istana Kepresidenan RI, Jakarta. (ANT/ARM)