HarianMalut, Bandung – Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI) Didiek Hartantyo menegaskan pentingnya adaptasi dalam menghadapi tantangan industri perkeretaapian nasional. Ini karena sektor perkeretaapian sedang menghadapi tantangan besar seperti keterbatasan pendanaan, kenaikan biaya energi, dan perubahan kebijakan.
“Transportasi berbasis rel tidak bisa hanya dikelola dengan pendekatan teknis semata, namun harus adaptif terhadap regulasi, sosial-politik, dan tekanan ekonomi. Visi kami adalah menjadi penggerak transportasi berkelanjutan yang meningkatkan kualitas hidup masyarakat,” ujar Didiek saat menjadi pembicara utama dalam Kuliah Tamu Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara (FTMD) Institut Teknologi Bandung, Jumat (23/5/2025).
Karenanya, KAI mengembangkan strategi berbasis tiga pilar utama, yakni efisiensi operasional, penguatan logistik, dan pemanfaatan aset non-angkutan. Menurutnya, KAI menargetkan terjadi pertumbuhan layanan dalam lima tahun mendatang.
Penumpang jarak jauh ditargetkan naik 10,6 persen dan angkutan batubara meningkat 15 persen. Sementara, pendapatan non-angkutan ditargetkan tumbuh 16 persen menjadi Rp2,95 triliun, termasuk pemanfaatan stasiun sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru.
Transformasi ini tercantum dalam Rencana Jangka Panjang Perusahaan KAI 2025–2029. KAI juga mengandalkan modernisasi sistem dan sinergi antar-BUMN.
Didiek menekankan pentingnya kesiapan SDM masa depan. Mahasiswa harus menguasai literasi digital, energi baru, dan keterampilan manajemen proyek.
Ia juga mendorong kolaborasi ‘quadruple helix’ antara pemerintah, akademisi, komunitas, dan industri. Kolaborasi ini penting untuk mempercepat transformasi sektor perkeretaapian.
“KAI siap berkolaborasi dengan kampus melalui pengembangan kurikulum, riset bersama, dan peningkatan kompetensi SDM. Mahasiswa kerja sama KAI dan ITB ini harus bisa menjadi solusi nyata di tempat kerja,” kata Didiek.
Kuliah tamu bertema “Navigating Changes & Driving Growth” ini menghadirkan ratusan mahasiswa dari berbagai program studi.
KBRN